PERSPEKTIF
SEMANGAT haornas, MENUJU ERA INDONESIA
HEBAT
Oleh : Drs. Dedik Ekadiana
Guru PPKn, SMPN 88 Jakarta Barat
Kita sebagai individu
bangsa Indonesia yang masih memiliki nilai-nilai idealisme kemerdekaan Indonesia
pasti ingat dengan pesan-pesan idealisme kemerdekaan tersebut yang termaktub
dalam konstitusi Negara, ideologi Negara, atau pun lagu kebangsaan Indonesia
Raya, yang di dalamnya termaktub pesan :
Indonesia tanah
airku
Tanah
tumpah darahku
Di
sanalah aku berdiri
Jadi
pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa
dan tanah airku
Marilah kita
berseru
Indonesia
bersatu
Hiduplah tanahku
Hiduplah
negeriku
Bangsaku rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah
badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia
Raya
Merdeka
Merdeka
Tanahku
negriku yang kucinta
Indonesia
Raya
Merdeka
Merdeka
Hiduplah
Indonesia Raya
Lagu
kebangsaan Indonesia Raya di era kemerdekaan pertama kali dinyanyikan beberapa
saat setelah Bung Karno membacakan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan
Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bayangkan, sekitar seribu orang yang hadir
pada acara sakral pertama kali yang bersifat kenegaraan dan kebangsaan, saat
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya diikuti oleh berkecamuknya semangat
ingin membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia yang baru saja lahir sebagai
bayi Indonesia.
Image : Google
Seiring dengan berjalannya waktu,
setidak-tidaknya sejak 17 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia memasuki era revolusi fisik yang sangat menguras perhatian hingga
tuntutan pengorbanan harta, jiwa, dan raga demi mempertahankan kehidupan bayi
Indonesia tadi. Kehendak membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia dalam waktu
selekas mungkin pun tetap berkecamuk dalam pikiran dan perasaan para tokoh bangsa.
Kendati
demikian, kehendak mulia tersebut belum dapat diwujudkan karena adanya kaum
kolonial Belanda yang menginginkan kembalinya Indonesia sebagai wilayah
jajahannya. Bahkan ibukota NKRI pun yang semula di Jakarta akhirnya dipindahkan
ke Yogyakarta; demi lancarnya perputaran roda pemerintahan pusat. Saat di
Yogyakarta, barulah kehendak membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia mulai
bisa dirumuskan.
Perumusan
kehendak tersebut menghasilkan keputusan bahwa pelaksanaan pembangunan jiwa dan
raga bangsa Indonesia dilaksanakan secara simbolis dalam bidang olahraga;
banyak tokoh nasional saat itu mengingatkan semangat olympiade Athena kuno yang
di dalamnya berisi banyak kegiatan event olahraga yang menghasilkan ketahanan
nasional Yunani.
Pada
tahun 1948, saat pemerintah pusat dikendalikan oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin
yang kemudian digantikan oleh Drs. Muhammad Hatta, Menteri Olahraga dijabat oleh R.
Maladi. Beliau mengeluarkan keputusan untuk menyelenggarakan event
olahraga yang bersifat nasional untuk pertama kalinya, dan kota Solo ditetapkan
sebagai tempat penyelenggaraannya; event tersebut diberi label “Pekan
Olahraga Nasional” (PON).
Tibalah
acara pembukaan PON, tanggal 9 September 1948. Event tersebut dibuka secara
resmi oleh Presiden Soekarno. Pada kata sambutannya Presiden Soekarno
mengatakan, Pekan Olahraga Nasional adalah sarana pemersatu bangsa Indonesia
yang diwakili oleh para peserta dari seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu,
lanjut Presiden, event tersebut dapat menjadi bukti bagi dunia internasional
bahwa bangsa Indonesia mampu membangun jiwa dan raga Indonesia di tengah
berkecamuknya taufan revolusi yang belum kunjung selesai. “Pekan Olahraga
Nasional juga diharapkan bisa menumbuhkan semangat kebangsaan rakyat Indonesia
dalam Negara yang usianya belum lagi genap lima tahun,” pungkas Bung Karno.
Harapan
yang diungkapkan oleh Bung Karno memang terbukti. Belum genap seminggu
pasca-PON I, bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi yang mengarah ke perpecahan
nasional. Amir Syarifudin yang ternyata tokoh politik haluan kiri bersama
beberapa tokoh PKI, di antaranya Muso, mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR)
di Madiun pada tanggal 18 September 1948, sekaligus melancarkan aksi militer
terhadap TNI di kota itu, juga melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap
tokoh-tokoh agama di Madiun dan sekitarnya, menyusul mereka mendeklarasikan
pembentukan Negara Soviet Republik Indonesia. Peristiwa ini kemudian terkenal
sebagai pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan PKI Madiun dapat ditumpas dalam
waktu kurang dari 2 bulan.
Tiga
bulan kemudian masih di tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 18 Desember
1948, militer Belanda melancarkan aksi militer ke-2 terhadap ibukota RI
Yogyakarta. Yogya berhasil diduduki dan Presiden Soekarno ditawan Belanda,
kemudian diasingkan ke Bukittinggi_Sumatera Barat. Jiwa dan raga bangsa
Indonesia yang sudah terbangun di event PON I, bersama kekuatan Tentara
Nasional Indonesia yang masih solid berhasil memukul mundur kekuatan militer Belanda
dari daerah-daerah pendudukan-nya, hingga memaksa pemerintah pusat Belanda
mengakui kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada
tanggal 27 Desember 1949.
Peristiwa -peristiwa
tersebut saat ini telah terlewat hampir 7 dekade, dan Presiden Soeharto telah
menetapkan tanggal 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional (ditetapkan
tanggal 9 September 1983), dan saat ini bangsa Indonesia memasuki era
globalisasi yang di dalamnya penuh dengan suasana kompetisi ketat dalam
pelbagai bidang kehidupan. Semangat Hari Olahraga Nasional masih relevan untuk
terus diaktualisasikan demi cepat tercapainya era Indonesia Hebat.
SELAMAT HARI OLAHRAGA
…..
SEHATLAH BANGSAKU … .JAYALAH NEGERIKU