Sabtu, 09 September 2017

PERSPEKTIF HARI OLAHRAGA NASIONAL 2017


PERSPEKTIF SEMANGAT haornas,  MENUJU ERA INDONESIA HEBAT

Oleh  :  Drs. Dedik Ekadiana
                             Guru PPKn, SMPN 88 Jakarta Barat

            Kita sebagai individu bangsa Indonesia yang masih memiliki nilai-nilai idealisme kemerdekaan Indonesia pasti ingat dengan pesan-pesan idealisme kemerdekaan tersebut yang termaktub dalam konstitusi Negara, ideologi Negara, atau pun lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang  di dalamnya termaktub pesan  :
Indonesia  tanah  airku
Tanah  tumpah  darahku
Di sanalah  aku  berdiri
Jadi  pandu  ibuku
Indonesia  kebangsaanku
Bangsa  dan  tanah  airku
Marilah  kita  berseru
Indonesia  bersatu
         Hiduplah  tanahku
 Hiduplah  negeriku
                               Bangsaku  rakyatku  semuanya
                               Bangunlah  jiwanya
 Bangunlah  badannya
                               Untuk  Indonesia  Raya
Indonesia  Raya
Merdeka  Merdeka
Tanahku  negriku  yang  kucinta
Indonesia  Raya
Merdeka  Merdeka
Hiduplah  Indonesia  Raya
            Lagu kebangsaan Indonesia Raya di era kemerdekaan pertama kali dinyanyikan beberapa saat setelah Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bayangkan, sekitar seribu orang yang hadir pada acara sakral pertama kali yang bersifat kenegaraan dan kebangsaan, saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya diikuti oleh berkecamuknya semangat ingin membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia yang baru saja lahir sebagai bayi Indonesia.
Image : Google
            Seiring dengan berjalannya waktu, setidak-tidaknya sejak 17 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949, bangsa Indonesia memasuki era revolusi fisik yang sangat menguras perhatian hingga tuntutan pengorbanan harta, jiwa, dan raga demi mempertahankan kehidupan bayi Indonesia tadi. Kehendak membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia dalam waktu selekas mungkin pun tetap berkecamuk dalam pikiran dan perasaan para tokoh bangsa.
            Kendati demikian, kehendak mulia tersebut belum dapat diwujudkan karena adanya kaum kolonial Belanda yang menginginkan kembalinya Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Bahkan ibukota NKRI pun yang semula di Jakarta akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta; demi lancarnya perputaran roda pemerintahan pusat. Saat di Yogyakarta, barulah kehendak membangun jiwa dan raga bangsa Indonesia mulai bisa dirumuskan.
            Perumusan kehendak tersebut menghasilkan keputusan bahwa pelaksanaan pembangunan jiwa dan raga bangsa Indonesia dilaksanakan secara simbolis dalam bidang olahraga; banyak tokoh nasional saat itu mengingatkan semangat olympiade Athena kuno yang di dalamnya berisi banyak kegiatan event olahraga yang menghasilkan ketahanan nasional Yunani.
            Pada tahun 1948, saat pemerintah pusat dikendalikan oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin yang kemudian digantikan oleh Drs. Muhammad Hatta, Menteri Olahraga dijabat oleh R. Maladi. Beliau mengeluarkan keputusan untuk menyelenggarakan event olahraga yang bersifat nasional untuk pertama kalinya, dan kota Solo ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraannya; event tersebut diberi label “Pekan Olahraga Nasional” (PON).
            Tibalah acara pembukaan PON, tanggal 9 September 1948. Event tersebut dibuka secara resmi oleh Presiden Soekarno. Pada kata sambutannya Presiden Soekarno mengatakan, Pekan Olahraga Nasional adalah sarana pemersatu bangsa Indonesia yang diwakili oleh para peserta dari seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu, lanjut Presiden, event tersebut dapat menjadi bukti bagi dunia internasional bahwa bangsa Indonesia mampu membangun jiwa dan raga Indonesia di tengah berkecamuknya taufan revolusi yang belum kunjung selesai. “Pekan Olahraga Nasional juga diharapkan bisa menumbuhkan semangat kebangsaan rakyat Indonesia dalam Negara yang usianya belum lagi genap lima tahun,” pungkas Bung Karno.
            Harapan yang diungkapkan oleh Bung Karno memang terbukti. Belum genap seminggu pasca-PON I, bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi yang mengarah ke perpecahan nasional. Amir Syarifudin yang ternyata tokoh politik haluan kiri bersama beberapa tokoh PKI, di antaranya Muso, mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Madiun pada tanggal 18 September 1948, sekaligus melancarkan aksi militer terhadap TNI di kota itu, juga melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh agama di Madiun dan sekitarnya, menyusul mereka mendeklarasikan pembentukan Negara Soviet Republik Indonesia. Peristiwa ini kemudian terkenal sebagai pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan PKI Madiun dapat ditumpas dalam waktu kurang dari 2 bulan.
            Tiga bulan kemudian masih di tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 18 Desember 1948, militer Belanda melancarkan aksi militer ke-2 terhadap ibukota RI Yogyakarta. Yogya berhasil diduduki dan Presiden Soekarno ditawan Belanda, kemudian diasingkan ke Bukittinggi_Sumatera Barat. Jiwa dan raga bangsa Indonesia yang sudah terbangun di event PON I, bersama kekuatan Tentara Nasional Indonesia yang masih solid berhasil memukul mundur kekuatan militer Belanda dari daerah-daerah pendudukan-nya, hingga memaksa pemerintah pusat Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949.
            Peristiwa -peristiwa tersebut saat ini telah terlewat hampir 7 dekade, dan Presiden Soeharto telah menetapkan tanggal 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional (ditetapkan tanggal 9 September 1983), dan saat ini bangsa Indonesia memasuki era globalisasi yang di dalamnya penuh dengan suasana kompetisi ketat dalam pelbagai bidang kehidupan. Semangat Hari Olahraga Nasional masih relevan untuk terus diaktualisasikan demi cepat tercapainya era Indonesia Hebat.  
SELAMAT  HARI  OLAHRAGA …..
SEHATLAH  BANGSAKU … .JAYALAH  NEGERIKU

PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...