HITAM DAN PUTIH
Pertemuan
tak terduga yang berujung kebahagiaan. Kebencian yang berubah menjadi cinta. Tanpa
mereka sadari mereka menjadi semakin dekat. Liona jadi suka berjalan-jalan ke
hutan untuk bertemu dengan Leo, begitu pun sebaliknya. Entah sekedar
berjalan-jalan atau berburu bersama. Entah sejak kapan perasaan itu tumbuh
subur di hati keduanya. Perasaan saling mencintai dan menyayangi.
Sore ini, mereka berdua sedang duduk di tepi sungai yang ada di hutan. Seperti biasa, menikmati
matahari senja bersama. Tawa Liona tiba-tiba saja menggema saat Leo
menggelitiki perutnya, “ Hahaha, hentikan Leo hahaha, hentikan “ mohon Liona
Leo ikut tertawa saat melihat wajah bahagia Liona, ia pun
menghentikan aksinya, lalu ia menyenderkan kepala Liona di bahu kanannya. Ia
memperhatikan wajah cantik Liona dari samping, senyum sendu tiba-tiba saja
terbit di bibirnya.
Hening,
untuk beberapa saat tidak ada yang membuka suara. Keduanya sama-sama menikmati
keheningan yang menenangkan ini. Keduanya sama-sama menikmati keindahan langit senja
bersama.
Liona
memejamkan matanya, menikmati hembusan angin sore yang begitu sejuk. Sedangkan
Leo, ia menatap kosong sungai di hadapannya, entah hal apa yang sedang ia
fikirkan.
“Liona,” panggil Leo memecah keheningan
“ Ya?” jawab Liona, ia mendongakkan kepalanya menatap wajah Leo.
Leo menangkup kedua pipi Liona lalu menatap mata Liona dalam, “
Aku ingin memberitahumu sesuatu, sesuatu hal yang sangat penting, “ ujar Leo
sambil menatap wajah cantik Liona serius.
Liona
menaikkan sebelah alisnya bingung, “ Apa itu? “ tanya Liona
“ Jika nanti kita kembali bertemu. Aku ingin kau berpura-pura
tidak mengenalku. Aku ingin kau membuang semua ingatanmu tentang diriku. Karna
aku tau, jika nanti kau mengetahui faktanya kau pasti akan membenciku, “ ujar
Leo
Liona
mengerutkan dahinya, “ Leo, apa yang terjadi? Fakta? Fakta apa?“ tanya Liona
khawatir, entah kenapa perasaannya tiba-tiba saja berubah menjadi tidak enak.
“ Liona,
berjanjilah padaku. Kau akan menjalankan kewajibanmu sebagai seorang putri
dengan baik. Untuk saat ini tutuplah hatimu, bekukan hatimu, jangan menjadikan
aku sebagai alasanmu melalaikan kewajibanmu, “ ujar Leo membuat hati Liona
semakin tidak tenang.
“ Leo,
jangan membuatku takut “ lirih Liona, matanya mulai berkaca-kaca.
Image : Google
Leo
akhirnya menarik tubuh Liona masuk ke dalam pelukannya, ia mengusap punggung
dan rambut Liona lembut, “ Kita tidak akan pernah bisa bersatu, kebersamaan
kita selama bertahun-tahun ini hanya akan menjadi kenangan manis, “ bisik Leo
tepat di telinga Liona.
Liona
berusaha menahan tangisnya, entah kenapa ia merasa pelukan ini adalah pelukan
perpisahan.
Beberapa
menit kemudian, terdengar suara tapak kaki kuda yang mendekat, Leo melepaskan
pelukannya pada tubuh Liona, lalu ia menangkup kedua pipi Liona, menghapus
setetes air mata yang jatuh di pipinya, “ Jangan pernah meneteskan air mata
untuk orang sepertiku, “
Liona
baru saja akan membalas perkataan Leo, tapi suara Joe yang berasal dari arah
belakang memotong ucapannya.
“ Liona!
“ seru Joe membuat Liona sontak memutar tubuhnya ke arah belakang.
“ Kakak,
“ gumam Liona sambil mengernyit bingung,
“ Naik!
“ perintah Joe dingin membuat Liona semakin mengernyitkan dahinya bingung.
“ Tapi
kak- “ Joe memotong perkataan Liona, “ Naik sekarang juga ke atas kuda! “ Joe
menatap mata Liona tajam membuat Liona segara menuruti perintah kakaknya itu.
Sedangkan
Leo hanya menatap datar ke arah Joe, lalu ia kembali mengalihkan tatapannya
pada Liona.
“ Leo,
aku pamit, “ pamit Liona pada Leo, ia melempar senyum tipisnya pada Leo lalu ia
naik ke atas kuda kakaknya itu.
“
Hati-hati, “ pesan Leo sambil melempar senyum kecil. Joe menatap wajah Leo
dingin lalu ia memacu kudanya kembali ke istana.
Disepanjang perjalanan pulang Joe hanya diam,membuat Liona
semakin bingung. Ekspresi Joe benar-benar datar, tatapan matanya menatap tajam
lurus ke depan. Ekspresi yang jarang bahkan tidak pernah ia liat lagi di wajah
kakaknya itu, terakhir ia melihat Joe memasang ekspresi seperti itu adalah
ketika Ibu mereka meninggal.
“ Kak, apa yang terjadi? ” tanya Liona bingung
“ Kau akan mengetahuinya nanti” jawab Joe dingin
Sesampai nya mereka di istana ternyata semua telah berkumpul.
Entah apa yang terjadi Liona tidak tau, yang jelas, semua orang penting di
istana sedang berkumpul saat ini.
“Putri dan pangeran telah tiba! ”teriak seorang pengawal saat
Liona dan Joe masuk ke dalam ruang rapat.
“ Apa yang terjadi ayah? ” tanya Liona pada ayahnya yang
sekarang berekspresi sangat datar.
Bukan hanya ayahnya, semua orang yang ada di ruang rapat itu
berekspresi sangat datar, mata mereka menatap tajam kea rah Liona.
“ Ada apa ini? ” tanya Liona bertambah bingung
“ Kita akan berperang.”
“ Serang!!!”
seru seorang Jendral
Peperangan
pun pecah. Langit berubah menjadi gelap, suara ledakan terdengar dari berbagai
arah, suara pedang yang saling berdenting memecah kesunyian malam, bau anyir
mulai tercium, petir menyambar saling bersahutan.
Suasana
benar-benar tegang dan mencekam, peperangan besar antara Black Witch dan White
Witch kembali terjadi. Black Witch dan White Witch dari dulu memang tidak
pernah bisa bersatu. Hubungan keduanya tidak pernah membaik, justru hubungan
keduanya semakin memburuk saat kabar kematian Ratu White Witch yang merupakan
ibu dari Liona dan Joe meninggal yang di bunuh oleh seorang pangeran yang
berasal dari Black Witch.
Dari
atas balkon kamarnya, Liona memperhatikan peperangan yang sedang terjadi di
bawah sana. Liona yang biasanya terlihat anggun memakai gaun kini terlihat
menyeramkan saat ia memakai baju zirah. Matanya menatap kosong ke arah
peperangan dibawah, fikirannya melayang ketika ayahnya menjalaskan tentang
kronologi kematian ibunya, Anggun.
Kedua
tangannya mengepal kencang, bola matanya yang berwarna hazel perlahan berubah
warna menjadi merah. Api kemarahannya tersulut saat mengingat kejadian itu,
kejadian saat ibunya dibunuh tepat di depan matanya.
Matanya
tiba-tiba saja menangkap sesosok orang memakai baju zirah, gestur tubuh yang
sama persis dengan orang itu. Orang yang telah membunuh ibunya.
Liona
pun langsung turun ke medan perang, ia langsung menyerang orang berpakaian
zirah itu dengan pedangnya.
Liona
menyerang orang tersebut dengan membabi buta, entah kenapa ia merasa tidak
asing dengan postur tubuh orang di hadapannya ini.
“ Aku
akan membunuhmu, “ desis Liona saat pedang mereka berdua berdenting.
Lelaki
yang memakai pakaian zirah itu menangkis pedang Liona ke atas lalu ia kembali
menangkis setiap serangan yang Liona tujukan padanya tanpa berniat membalas
menyerang sedikit pun.
“
Tunjukkan wajahmu! Jangan menyembunyikan wajahmu itu di balik topeng zirah, dasar
pengecut! “ maki Liona, ia di buat geram karna orang tersebut sama sekali tidak
membalas seranganya, hanya menangkis.
Liona
mengalirkan petir biru pada pedangnya lalu ia menendang perut orang tersebut
kencang dan langsung menusukkan pedangnya ke jantung orang tersebut, seketika
orang itu berteriak kencang, “ Arrgghh ! “
Deg
Jantung
Liona seakan berhenti berdetak. Suara
itu, suara itu adalah suara yang selama ini menemani hari-harinya. Suara
seseorang yang telah berhasil menaklukkan hatinya.
Dengan
cepat Liona membuka paksa topeng zirah yang di kenakan oleh orang tersebut.
Tubuhnya seakan mati rasa saat melihat wajah orang yang ia sayang berada di
balik topeng zirah itu.
“ Leo, “
lirih Liona, setetes air mata jatuh di pipinya.
Ia
langsung menundukkan tubuh, ia memangku wajah Leo yang kini bersimpah darah, “
Kenapa? “ lirihnya.
“ Kenapa
Leo, kenapa?! “ pekik Liona histeris
Perang
berhenti saat itu juga, Jenderal kaum Black Witch membelalakkan matanya tak
percaya saat melihat Pangerannya yang kini sudah jatuh tergeletak tak perdaya.
Sedangkan
Joe hanya bisa menatap sendu dari jauh, ia sudah memperkirakan hal ini akan
terjadi. Ia membalikkan tubuhnya, tidak sanggup melihat adiknya yang sedang
menangis histeris itu.
“ Leo,
kumohon jangan tinggalkan aku, “ lirih Liona, ia menumpukan dahinya pada dahi
Leo.
Leo
tersenyum kecil, “ Sudah ku katakan bukan, jangan membuang air matamu itu untuk
orang sepertiku, “ gumam Leo nyaris tak terdengar.
“ Tapi
kenapa Leo, kenapa? “ lirih Liona
Leo
menangkup pipi Liona, lalu ia mengecup bibir Liona singkat, “ Karna pada
akhirnya, hitam dan putih tidak akan pernah bisa bersatu, “ lalu mata hitam
legam itu tertutup.
“
LEOO!!!! “
Kejam!
Takdir yang menyatukan kami, tapi takdir juga yang memisahkan kami.
THE END
Karya :
Betari Naratayaka dan Fransisca
Herliyana
Siswi
Kelas IX C, SMP Negeri 88 Jakarta Barat