Pertanyaan
mengenai hakikat kebudayaan sebenarnya sama dengan pertanyaan mengenai hakekat
manusia. Hakekat manusia itu apabila ditulis dalam buku, ternyata tidak aka
nada habisnya. Secara garis besar dapat dideskrisikan bahwa kebudayaan itu
merupakan endapan dari kegiatan dan hasil karya manusia.
Dewasa ini para intelektual sibuk
membeberkan kebudayaan itu secara teoritis, melainkan secara praktis mereka
berkeinginan menyusun semacam ‘ policy
kebudayaan’. Pendekatan dari kata-kata baru, kata-kata kunci, yang setiap hari
kita jumpai dalam media massa, tayangan televisi, aksi-aksi remaja, diskusi
politik, kontrol terhadap media komunikasi, rasa gelisah mengenai lenyapnya
norma-norma yang dahulu berlaku.
Image : Google
Filsafat kebudayaan tidak lagi suatu
tujuan tersendiri, melainkan hanya sebuah alat untuk merenungkan tentang
kebudayaan manusia yang bukan suatu usaha teoritis, tetapi menyediakan
sarana-sarana yang dapat membantu manusia untuk memaparkan suatu strategi
kebudayaan di masa depan.
Manusia modern hendaknya dijadikan
sadar terhadap kebudayaannya, ini berarti bahwa manusia yang serba modern itu
secara aktif harus turut memikirkan dan merencanakan arah yang akan ditempuh
oleh kebudayaan manusiawi. Apabila kita telusuri, ternyata orang masih banyak
beranggapan bahwa kebudayaan itu merupakan segala manifestasi dari kehidupan
manusia yang berbudi luhur dan yang bersifat kerohanian, seperti misalnya :
agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, dan adat istiadat. Ciri yang
paling pokok dari pendapat-penapat tersebut
adalah perbedaan yang dibuat antara bangsa-bangsa yang beradab tinggi
dengan bangsa-bangsa alam yang dianggap sebagai bangsa-bangsa primitif
Kebudayaan
dewasa ini diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap
kelompok orang, lain halnya dengan kehidupan hewan, maka manusia tidak hidup
begitu saja di tengah-tengah alam, tetapi bagaimana cara manusia untuk merubah
alam itu. Lebih jeasnya bahwa manusia dalam kehidupannya itu lain dengan
kehidupan seekor binatang. Manusia selalu merubah lingkungan hidup alamiahnya
dan justru inilah yang dinamakan kebudayaan.
Sebagaimana
yang telah dikemukakan oleh Prof.dr. Koentjoroningrat tentang arti konsep
kebudayaan itu adalah seluruh total dari pikiran , karya dan hasil karya
manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu dapat
dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Konsep tersebut sangatlah
luas karena meliputi hampir seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya,
sedangkan hal-hal yang bukan termasuk kebudayaan hanyalah beberapa refleksi
berdasarkan naluri.
Kebudayaan
sekarang dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis. Dahulu tata kebudayaan
diartikan sebagai kata benda, tetapi sekarang justru sebaliknya diartikan
sebagai kata kerja. Kebudayaan bukan lagi sebuah koleksi barang-barang
kebudayaan, seperti misalnya : karya-karya kesenian, buku, dan berbagai karya
arsitektur. Kebudayaan sekarang dihubungkan dengan kegiatan manusia yang
membuat alat-alat dan senjata-senjata, dengan tata cara uoacara tari-tarian dan
mantera-mantera yang menentramkan roh-roh jahat, dengan cara anak-anak dididik
dengan aneka pola kelakuan yang bertautan dengan erotik.
Dulu
manusia memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan
sekelompok kecil ahli-ahli saja, sedangkan oleh rakyat banyak kebudayaan itu
dialami semacam takdir yang tak terelakkan. Perkembangan kebudayaan harus
dievaluasi. Ini berarti bahwa manusia selalu harus mempersoalkan berlaku
tidaknya paspor kebudayaan. Manusia kemudian menjadi sadar, bahwa seringkali
ada sesuatu yang tidak beres dan dengan demikian mungkin dengan jatuh bangun
kembali manusia dapat menjadi maju.
Satu
setengah abad yang lalu, filsuf Jerman Immanuel Kant, menyatakan bahwa cirri
khas kebudayaan terdapat pada kemampuan manusia untuk mengajar dirinya sendiri.
Kebudayaan merupakan sekolah di mana manusia dapat belajar. Di dalam kebudayaan,
manusia tidak hanya bertanya bagaimana sesuatu seharusnya bersifat ?
Dengan
demikian, maka kebudayaan mempunyai gejala yang berlangsung dengan suatu
ketegangan. Manusia tidak boleh bertopang dagu, tetapi manusia harus menerobos
cengkeraman fakta-fakta alam dengan mengadakan evaluasi dan mengangkatnya ke
dalam policynya.
Kebudayaan sekarang ini dipengaruhi
oleh suatu perkembangan yang pesat, dan manusia modern mulai sadar akan hal
ini. Sebenarnya sudah sejak lama manusia itu sadat akan kebudayaannya.
Kesadaran ini merupakan suatu kepekaan yang mendorong manusia agar secara
kritis menilai kebudayaan yang sedang berlangsung. Evaluasi serupa ini dapat
menghasilkan agar manusia secara praktis menyusun kebudayaannya sendiri. Untuk
mencapai hasil ini, maka manusia harus mempunyai suatu gambaran yang lebih
jelas mengenai perkembangan kebudayaan dewasa ini.
Image : Google
Deskripsi
yang lebih jelas itu dapat dihasilkan apabila manusia melihat perkembangannya
sendiri di muka latar belakang tahap-tahap kebudayaan dahulu.
Manusia dewasa ini semakin sadar
akan unsur-unsur kita sebagai manusia yaitu antara manusia yang hidup di masa
dahulu dan sekarang dengan kebudayaannya sendiri-sendiri ternyata ada hubungan
timbal balik. Lambat laun kesadaran baru ini juga akan mempengaruhi seluruh
kebijaksanaan kita mengenai arah kebudayaan, sampai konsekuensi-konsekuensinya
yang paling praktis,
Manusia pada jaman dahulu mempunyai
cara lain dari manusia pada saat ini untuk menjawab masalah-masalah
kehidupannya. Perkembangan dalam kebudayaan hendaklah terutama dipandang
sebagai suatu gambaran mengenai aneka macam bentuk dalam policy atau strategi
tersebut. Policy atau strategi kebudayaan serupa itu berlangsung dalam suatu
kerangka perkembangan historis, tetapi tidak terlebur di dalamnya. Yang penting
adalah agar kita menjadi sadar, bagaimana setiap bentuk kebudayaan manusia
merupakan jawaban terhadap suatu pertanyaan, dan pertanyaan itu ialah mengenai
syah tidaknya paspor kebudayaan manusia. Pertanyaan apakah evaluasi yang kita
buat mengenai segala hal ikhwal dalam kehidupan manusia itu benar atau tidak.
Dalam uraian di atas, ternyata dapat
diambil kesimpulan bahwa kebudayaan manusia sekarang ini telah mengalami
perkembangan yang pesat, dari kebudayaan manusia yang beradab paling rendah
sampai pada kebudayaan manusia yang beradab tinggi. Juga disimpulkan bahwa
kebudayaan itu berasal dari manusia, untuk manusia, dan dari hasil kebudayaan
manusia itu, kemudian di evaluasi juga oleh manusia agar kebudayaan itu tetap
eksis bagi kehidupan manusia. Keeksistensian itu berarti menunjukkan bahwa
antara kebudayaan dan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Karya : Drs. Dedik Ekadiana
Guru PPKn, SMP
Negeri 88 Slipi, Palmerah,
Jakarta Barat