Senin, 04 Desember 2017

PENDIDIKAN INKLUSIF

PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI WAHANA STRUKTURAL BAGI ANAK-ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MENUJU PENCAPAIAN 
CITA-CITANYA DI MASA DEPAN

              Oleh  :   Drs. DEDIK EKADIANA
                            Guru PPKn, SMPN 88 Slipi, Palmerah
                            Jakarta Barat

    Pelaksanaan pendidikan di Indonesia sejak era reformasi hingga saat ini telah diupayakan berjalan sesuai amanat konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku (pasal 31 ayat 1-5 UUD 1945 Yang Diamandemen juncto pasal 5 ayat 1-5 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
    Kenyataannya, di samping sejumlah  anak didik yang  memiliki kesehatan fisik dan mental sempurna (normal), terdapat tidak sedikit anak-anak yang terlahir menyandang difabilitas fisik dan mental, juga tak kalah jumlah anak-anak yang menyandang bawaan lahir sebagai anak yang berkelebihan dalam level kecerdasan, sehingga mereka masuk dalam kategori anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).
    Fakta ini menjadi PR besar autoritas pendidikan di Indonesia beserta para pelaksana proses pendidikan yang berkewenangan penuh mendorong dan memfasilitasi para peserta didik, tanpa kecuali, memperoleh hak berpendidikan. Dengan kata lain, diperlukan wahana sistem pelaksanaan pendidikan terpadu yang dapat melayani kebutuhan semua peserta didik tanpa kecuali.
    Wahana sistem pelaksanaan pendidikan terpadu tersebut lebih dikenal sebagai ”pendidikan inklusif”. Pendidikan inklusif pada dasarnya merupakan suatu strategi pendidikan untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif untuk dapat menciptakan sekolah yang responsive terhadap keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak.
    Keberadaan pendidikan inklusif telah disepakati oleh banyak Negara yang ter-gabung di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ditandai dengan dokumen internasional, di antaranya: Universal Declaration on Human Right 10 Desember 1948, UN Convention on Children Right 1989, World Declaration on Education for All 1990, Peraturan Standard tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat tahun 1993, Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus tahun 1994, Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia tahun 2000.
Image : Google
    Penerapan pendidikan inklusif secara konseptual memungkinkan anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti pendidikan di sekolah mana pun sesuai dengan keinginannya. Ironisnya, belum banyak jumlah sekolah di Indonesia yang siap menyerap peserta didik berstatus ABK, dikarenakan alasan belum siap secara teknis mau pun nonteknis.
    Problem klasik yang sering terjadi di sekolah-sekolah yang menolak peserta didik berstatus ABK di antaranya adalah bahwa mereka tidak memiliki peralatan khusus, ketiadaan tenaga pengajar dan pendidik yang capable untuk menangani anak didik berstatus ABK. Di samping itu, kehadiran siswa-siswi berstatus ABK di sekolah-sekolah berstandard umum masih dianggap membawa masalah (unfortunate taker).
    Upaya pemerintah, dalam kaitan ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, terhitung sangat serius untuk menerapkan pendidikan inklusif di tanah air, ditandai dengan kemunculan Deklarasi Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi Secara Formal di Bandung pada tanggal 11 Agustus 2004, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 tahun 2009.
    Pada pasal 1 Permendiknas No. 70 tahun 2009 disebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan para peserta didik pada umumnya.
    Bahkan pemerintah telah melakukan langkah kongkret merintis sekolah inklusi pada beberapa kabupaten di luar DKI Jakarta, seperti 12 SD di Kabupaten Gunung Kidul (DIY), dan 35 SD di Kota Jogyakarta, 8 SD di Kabupaten Tanah Grogot. Disebabkan oleh status rintisan, hingga artikel ini dibuat belum diperoleh informasi yang signifikan terkait perkembangan sekolah-sekolah perintis tersebut.    
Image : Google
     Pendidikan inklusif sangat penting dikembangkan terus-menerus, mengingat banyak kelebihan dan manfaat yang terkandung di dalamnya. Terdapat lima kelebihan atau manfaat dari program pendidikan inklusif (Staub dan Peck: 1994-1995), antara lain :
1.    Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non-ABK, hilangnya rasa takut pada anak berkebutuhan khusus akibat sering berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus itu sendiri.
2.    Anak non-ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah memahami kebutuhan individu teman ABK.
3.    Banyak anak non-ABK yang mengakui peningkatan selvesteam sebagai akibat pergaulannya dengan ABK , yaitu dapat meningkatkan status mereka di kelas dan di sekolah.
4.    Anak non-ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral pribadi dan prinsip-prinsip etika.
5.    Anak non-ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka merasa berbahagia bersahabat dengan ABK.
    Berdasarkan obyeknya (mayoritas ABK yang terdapat di Indonesia), pendidikan inklusi terbagi menjadi tiga kategori :
1.    Inklusi tunanetra : pendidikan inklusi bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan atau rusak penglihatannya (buta total), implementasi-nya adalah bahwa peserta didik diberi alat bantu berupa software JOS yang di-install pada komputer atau laptop, sehingga semua tulisa diubah menjadi bunyi oleh software  tersebut.
2.    Inklusi tunarungu    :  pendidikan inklusi bgi anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berko-munikasi secara verbal. Alat bantu yang digunakan adalah bahasa mimik atau atau bahasa isyarat.
3.    Inklusi tunadaksa   :  pendidikan inklusi bagi anak yang mengalami cacat fisik berupa tidak memiliki anggota tubuh (tangan atau kaki), atau pun jika punya, tidak dapat berfungsi sebagamana mestinya.
Manfaat pendidikan inklusi
    Implementasi pendidikan inklusif diharapkan mampu mendorong terjadinya perubahan sikap lebih positif dari peserta didik terhadap adanya perbedaan melalui pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama, dan pada akhirnya mampu membentuk sebuah komunitas yang tidak diskriminatif dan menjadi akomodatif terhadap semua orang.
    Butir-butir manfaat yang sangat mungkin diperoleh dari pelaksanaan pendidikan inklusif adalah  :

1. bagi anak didik,
·         para siswa sejak dini memiliki pemahaman yang baik terhadap perbedaan dan keberagaman
·         munculnya empati alamiah pada para siswa
·         munculnya budaya saling menghargai dan menghormati antarsiswa
·         menurunkan kemungkinan terjadinya stigma dan labeling kepada semua anak, khususnya pada anak berkebutuhan khusus dan penyandang cacat
·         timbulnya budaya kooperatif dan kolaboratif pada siswa, sehingga memungkinkan adanya saling bantu antara satu dengan yang lainnya
2. bagi guru,
·         lebih tertantang untuk mengembangkan berbagai metode pembelajaran
·         bertambahnya kemampuan dan pengetahuan guru tentang keberagaman siswa, termasuk keunikan, karakteristik, dan sekaligus kebutuhannya
·         terjadinya komunikasi dan kerja sama dalam kemitraan antarguru dan guru ahli bidang lainnya
·         menumbuhkembangkan sikap empati guru terhadap siswa termasuk siswa penyandang cacat / siswa berkebutuhan khusus
3. bagi sekolah,
·         memberikan kontribusi yang sangat besar bagi program wajib belajar
·         memberikan peluang bagi terjadinya pemerataan pendidikan bagi semua kelompok masyarakat
·         menggunakan biaya yang relative lebih efisien
·         mengakomodasi kebutuhan masarakat

    Pendidikan inklusif  sebagai model penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus memiliki pendahulu sebagai model yang sama, namun pemberlakuan model pendahulu tersebut tidak menunjukkan grafik kemajuan yang signifikan. Sekedar untuk referensi tambahan, model pendahulu tersebut dapat diringkas sebagai berikut   :
1.    Sekolah segregasi : adalah jenis sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem persekolahan regular. Sekolah segregasi di Indonesia berupa unit pendidikan khusus dalam bentuk sekolah luar biasa (SLB). Berdasarkan perbedaan anak berkebutuhan khusus, SLB terbagi dalam beberapa kategori, di antaranya SLB/A untuk penyandang tunanetra, SLB/B untuk penyandang tunarungu, SLB/C untuk penyandang untuk penyandang tunagrahita, SLB/D untuk penyandang tunadaksa, dan SLB/E untuk penhyandang tunalaras. Kelemahan dari sekolah segregasi adalah pada aspek perkembangan emosi dan sosial anak didik menjadi kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
2.    Sekolah terpadu  :  adalah jenis sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah regular tanpa adanya perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individu anak didik tersebut. Kelemahan dari model sekolah seperti ini adalah bahwa anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individu anak, namun kelebihannya adalah bahwa anak berkebutuhan khusus berkesempatan luas bergaul di lingkungan yang normal.
3.    Sekolah inklusif  : adalah bentuk inovasi dari pendidikan terpadu. Di sekolah ini, setiap anak berkebutuhan khusus diusahakan memperoleh pelayanan pendidikan secara optimal, didasari atas penyesuaian kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran, hingga sistem penilaiannya. Keuntungan dari pendidikan inklusif adalah bahwa anak berkebutuhan khusus mau pun non-ABK dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
    Di era millennium III ini, upaya akselerasi pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia merupakan keniscayaan yang tak bisa ditolak. Betapa tidak? Tanah air Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam memerlukan pengelolaan yang tepat dari sumber daya manusia yang tersedia pada bangsa Indonesia sendiri.
    Sementara itu, kenyataannya sumber daya manusia Indonesia memang melimpah ; 262 juta jiwa (data terbaru dari Badan Pusat Statistik tahun 2017). Keberlimpahan sumber daya manusia Indonesia belum sejajar dengan pertumbuhan kualitas sumber daya manusia Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan yang ideal.
    Ditambah lagi, keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus juga merupakan potensi sumber daya manusia Indonesia yang suatu saat kelak diharapkan dapat mengelola dengan tepat sumber daya alam di Negara tercinta. Pendidikan yang ideal juga diperlukan bagi para ABK tersebut dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang terdidik dan berkecakapan baik.
    

  
Sumber Kepustakaan

1.  Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Yang Diamandemen, Jakarta : 2002
2.    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia : Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : 2003
3.  Kementerian Pendidikan Nasional : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009, Jakarta : 2009
4.    Universitas Negeri Semarang : Pendidikan Untuk Semua, Semarang : 2017
5.    Universitas Bina Nusantara, ROMBOT Olifia, S. Sos, M.Pd : PENDIDIKAN INKLUSI, Jakarta : 2017
6.    Sumber-sumber lainnya dari Televisi dan beberapa Koran Nasional

PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...