Minggu, 17 Desember 2017

KIPRAH PGRI JAKARTA BARAT

KIPRAH PGRI JAKARTA BARAT PERINGATI HUT KE-72 PGRI
SEMINAR SEHARI UNTUK GURU-GURU SEJAKARTA BARAT DAN SELATAN

Bumi Cipondoh Asri,  Tangerang
    Dalam rangka memperingati HUT PGRI ke-72, PGRI Jakarta Barat berinisiatif menyelenggarakan seminar sehari untuk para guru SD, SLTP, SLTA se-Jakarta Barat dan Selatan. Acara diselenggara-kan di Gedung Prasahda Jinarakhita, Jl. Kembangan Raya Blok JJ RT 006/06 Kel. Kembangan, Jakarta Barat, Sabtu, 16 Desember 2017.
    Peserta seminar yang hadir sebanyak 458 orang, berasal dari puluhan sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA se-Jakarta Barat dan Selatan. Ketua PGRI Jakarta Barat Drs. H. Samlawi dalam sambutannya mengharapkan, seminar sehari tersebut dapat memberikan penyegaran dan perluasan wawasan para guru dalam menghadapi para siswa-siswi era millennium III yang telah sangat melek teknologi.
    Lebih jauh H. Samlawi mengatakan, gap wawasan teknologi antara guru dengan siswa dewasa ini dirasakan sangat melebar. Celakanya, imbuh Ketua PGRI Jakarta Barat tersebut, tidak semua guru mampu menyerap percepatan wawasan teknologi komunikasi secepat muridnya. Untuk itulah, ujarnya, para guru lebih ditekankan untuk mengembangkan sikap positive thinking dalam menghadapi para siswa yang menjadi tanggung jawabnya.
    “Saya berharap, saudara-saudara selaku pengajar dan pendidik lebih mengembangkan setidaknya dua hal yang bersifat positive thinking buat para siswanya, antara lain senantiasa mendoakan anak didik yang kurang berprestasi menjadi berprestasi, juga berupaya mengantisipasi bully yang mungkin berkembang di kalangan para siswa”, tutur Drs. H. Samlawi.
    Acara seminar tersebut dibuka secara resmi oleh Ketua PGRI DKI Jakarta Prof. Dr. H. Agus Suradika, M.Pd. H. Agus Suradika mengingatkan, seminar yang bertemakan ”MENDIDIK DAN MELAYANI GENERASI MILENIAL DENGAN HATI” dimaksudkan agar para peserta seminar dalam rangka berkomunikasi sehari-hari dengan para siswa yang terlahir setelah tahun 2000 lebih mengedepankan hati nurani ketimbang rasio yang kaku.
    “Mengedepankan hati nurani bagi para guru terhadap siswanya merupakan cara pendekatan pe rsuasif yang efektif guna mempersempit gap wawasan teknologi komunikasi antara siswa yang termasuk generasi milenial dengan para guru yang terlahir dari era booming baby”, ujar H. Agus Suradika.
    Lebih jauh Kepala BKD DKI Jakarta itu mengatakan, di era generasi milenial dewasa ini para siswa kebanyakan asyik bermain dengan internet, namun kebanyakan guru baru memikirkan internet. Kendati demikian, imbuhnya, peran guru tak bisa tergantikan oleh sistem komunikasi bermuatan teknologi dalam bentuk apa pun.
    “Ilmu dan teknologi itu ibarat pisau bermata dua, sementara guru adalah pengarah siswa dalam penggunaan pisaunya. Jadi, peran guru tak bisa tergantikan oleh pihak mana pun dalam mengarahkan para siswanya. Maka, di sisi itulah peran guru benar-benar menonjol dalam nation development and character building”, tegas H. Agus Suradika.
    Di akhir sambutannya Ketua PGRI DKI Jakarta itu mengingatkan, di era generasi milenial ini para guru hendaknya terus-menerus dapat mengarahkan siswa terhindar dari sikap pem-bully, atau jadi korban bully. Di samping itu, imbuhnya, para guru juga seyogianya dapat menempatkan dirinya sebagai “teman” curhat dari para siswanya.
    “Kalau sudah demikian, pada gilirannya guru tidak layak lagi digelari pahlawan tanpa tanda jasa, tetapi lebih layak disebut pahlawan pemberi jasa”, pungkas H. Agus Suradika.
    Di sesi ke-2 seminar, Ibu Cyltamia Irawan, CEO LENTERA CONSULTING, mengetengahkan makalah bertajuk “Hello Millenial”.
    Di awal makalahnya Cyltamia Irawan menyebutkan pengertian generasi dan generation gap. Menurutnya, generasi adalah kelompok orang berdasarkan tahun kelahiran yang dikelompokkan berdasarkan pengalaman sejarah sosiologis yang dialami bersama.
    “Generation gap  adalah perbedaan opini tentang musik, nilai-nilai, politik, dan lain-lain, yang terjadi antara satu generasi dengan yang lainnya, biasanya antara kelompok muda dengan orang tua dan atau kakek-nenek mereka”, ujar Cyltamia di awal makalahnya.
    Lebih jauh pemakalah penyandang gelar magister itu mengungkapkan, perbedaan generasi dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. Pengaruh yang dimaksud, imbuhnya, adalah komunikasi, proses belajar, sumber informasi, etika dan tata cara, serta ketahanan.
    Untuk memperjelas karakter generasi terkait makalah yang disampaikan, Cyltamia Irawan membagi generasi tersebut menjadi tiga kelompok generasi, yakni generasi baby boomers yang terlahir antara tahun 1944-1964, generasi X yang terlahir antara tahun 1965-1980, dan generasi Y yang terlahir antara tahun 1980-2000.
     Generasi baby boomers, papar pemakalah, pada umumnya memiliki nilai sikap hidup optimistis,  suka pada eksplorasi, pilihan hidup individual, kemakmuran, aktualisasi diri, kesehatan dan kebaikan.
    “Generasi baby boomers memiliki gaya bekerja keras, tujuan terorientasi, keyakinan dalam mengerjakan tugas, membangun tim dengan empati, selalu mencari kolaborasi, menghindari konflik, bekerja dengan caranya sendiri hingga ke puncak tujuan”, papar Cyltamia.
    Ia melanjutkan, generasi baby boomers pada umumnya senang membangun komunikasi atas dasar respek terhadap orang lain, melayani, memanggil diri sendiri, tujuan sukses yang dinyatakan secara jernih.
    “Generasi baby boomers dalam hal financial pada umumnya suka pada pengelolaan tabungan yang menguntungkan, perencanaan pensiun yang jelas, kepedulian jangka panjang, dan pendidikan anak-anak”, tutur pemakalah.
    Sementara itu, pemakalah juga mengungkapkan ciri-ciri umum generasi X. Menurutnya, generasi X memiliki nilai-nilai kontribusi, umpan balik dan rekognisi, autonomi, waktu yang disertai pengelolaan, kemampuan beradaptasi, dan independensi.
    “Gaya bekerja generasi X pada umumnya cenderung pada hasil dan kualitas tinggi, produktivitas, hidup seimbang, jam-jam kerja yang fleksibel, kenyamanan dengan autoritas namun tidak terkesan dengan gelar, kompetensi teknis, etika, mencari hal yang pintas menuju puncak”, tegas Cyltamia.
    Dalam urusan komunikasi, imbuh pemakalah, generasi X cenderung pada pemberian kesempatan orang lain untuk menghubunginya (email me), berbicara dan mendengarkan secara efektif, menggunakan alat bantu film, musik, dan gambar-gambar.
     “Dalam pengelolaan financial, generasi X cenderung mengatur pendapatannya untuk keluarga maksimal untuk tanggungan 3 orang anak, senang menabung, biaya sekolah, kegiatan travel pada hari libur, menjadi penghibur secepat mungkin yang dia bisa”, tutur pemakalah.
    Generasi Y, jelas pemakalah, memiliki nilai-nilai berupa ekspresi diri tanpa kontrol diri, cenderung pada merek dan pemasaran menurut selera sendiri, menganggap perbedaan itu boleh, kehidupan yang makmur, agilitas, sikap perspektif global, berkomitmen cita-cita, kausa dan produk dengan alasan spesifik.
    “Gaya bekerja generasi Y pada umumnya bercirikan bekerja sebagai ekspresi diri, cenderung pada multitugas, menyukai aktivitas paralel, lebih menghargai kehidupan di luar kerja, senang mencari lingkungan kerja yang santai, mengedepankan nilai CSR, menghargai isu-isu global, cenderung mencari kerja tim, senang pada hal yang cepat dan instant, serta selalu fokus pada gaya hidup”, papar pemakalah.
    Sementara itu, masih menurut pemakalah, generasi Y dalam urusan komunikasi cenderung untuk menuliskan tentang diri (text me), berhadapan muka antara satu sama lain melalui perangkat media sosial, juga cenderung memanfaatkan kartunisasi sebagai alat bantu komunikasi.
    “Dalam urusan financial, generasi Y cenderung senang menabung, juga sedapat mungkin memanfaatkan sarana perbankan berupa pinjaman dan kredit, tak mau ketinggalan berinvestasi dengan nilai pengembalian yang tinggi, memperhatikan gaya hidup, suka bertempat tinggal di apartemen dan gedung-gedung mewah”, pungkas Cyltamia Irawan.

By  :  Dedik

PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...