JAMU GENDONG, di tengah PERADABAN dan TRADISI
Bumi Cipondoh Asri, Tangerang
Dahulu kala, nenek moyang kita sudah mengenal yang namanya apotik
hidup. Bila sakit cukup mencari ramuan dari akar, dedaunan, kayu, dan kulit
kayu yang sudah tersedia di halaman rumahnya. Cukup dengan menumbuk saja, ramuan
tersebut bisa langsung disedu. Alhasil, obat tersebut tidak punya efek samping.
Jamu merupakan sarana pengobatan tradisional yang diwariskan secara
turun temurun oleh nenek moyang kita, di dalamnya berisi ramuan dan atau
racikan dari akar, dedaunan, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang diolah oleh
ahlinya.
Di era modern ini walau kehidupan serba instan, tapi keberadaan jamu
tradisonal tidak begitu tergeser. Ini terbukti masih banyaknya sang penjual
jamu gendong bertebaran di kampung-kampung. Wujud dari kepedulian masyarakat
terhadap tradisi nenek moyang dahulu kala.
Penjual jamu gendong umumnya dari Solo dan Wonogiri yang selalu
setia mengunjungi pelanggannya. Contohnya Kariyem (38th) asal Solo, tinggal di perkampungan
Poris Plawad Cipondoh. Setiap harinya menjajakan jamu gendongnya di kawasan
kompleks perumahan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Menurutnya, tidak
merasa berat
walau barang yang digendongnya kurang lebih sekitar 15 kg. Isinya
berupa botol beras kencur, sinom, lempuyang, madu, dan jamu bungkus. Umumnya, para bapak membeli jamu sehat lelaki,
kuku bima, dan tangkur. Para ibu juga tidak mau ketinggalan, mereka banyak
memesan jamu galian singset dan sari ayu. Untuk kebugaran tubuh, bisa pesan
jamu pegal linu, sari temu lawak, dan sinom.
Kariyem punya pelanggan tetap terdiri dari para bapak, ibu, remaja,
dan anak-anak. “Biarpun jamu gendong hampir punah, saya tetap mempertahankan
keberadaannya. Ini warisan leluhur nenek moyang kita dulu”, tuturnya kepada
penulis.
By : Dedik
By : Dedik