Kamis, 04 Januari 2018

Jamu


JAMU GENDONG, di tengah PERADABAN dan TRADISI

Bumi Cipondoh Asri,  Tangerang
Dahulu kala, nenek moyang kita sudah mengenal yang namanya apotik hidup. Bila sakit cukup mencari ramuan dari akar, dedaunan, kayu, dan kulit kayu yang sudah tersedia di halaman rumahnya. Cukup dengan menumbuk saja, ramuan tersebut bisa langsung disedu. Alhasil, obat tersebut tidak punya efek samping.
Jamu merupakan sarana pengobatan tradisional yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang kita, di dalamnya berisi ramuan dan atau racikan dari akar, dedaunan, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian yang diolah oleh ahlinya.
Di era modern ini walau kehidupan serba instan, tapi keberadaan jamu tradisonal tidak begitu tergeser. Ini terbukti masih banyaknya sang penjual jamu gendong bertebaran di kampung-kampung. Wujud dari kepedulian masyarakat terhadap tradisi nenek moyang dahulu kala.
Penjual jamu gendong umumnya dari Solo dan Wonogiri yang selalu setia mengunjungi pelanggannya. Contohnya Kariyem (38th) asal Solo, tinggal di perkampungan Poris Plawad Cipondoh. Setiap harinya menjajakan jamu gendongnya di kawasan kompleks perumahan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Menurutnya, tidak merasa berat
walau barang yang digendongnya kurang lebih sekitar 15 kg. Isinya berupa botol beras kencur, sinom, lempuyang, madu, dan jamu bungkus.  Umumnya, para bapak membeli jamu sehat lelaki, kuku bima, dan tangkur. Para ibu juga tidak mau ketinggalan, mereka banyak memesan jamu galian singset dan sari ayu. Untuk kebugaran tubuh, bisa pesan jamu pegal linu, sari temu lawak, dan sinom.  
Kariyem punya pelanggan tetap terdiri dari para bapak, ibu, remaja, dan anak-anak. “Biarpun jamu gendong hampir punah, saya tetap mempertahankan keberadaannya. Ini warisan leluhur nenek moyang kita dulu”, tuturnya kepada penulis.

By : Dedik

PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...