Pemerintah Republik Indonesia memiliki beberapa Istana
resmi yang terletak di Pulau Jawa dan Bali, di antaranya Istana Merdeka, Istana
Bogor, Istana Cipanas (Bogor) dan Istana Tampaksiring (Bali). Di antara
Istana-istana itu, Istana Bogor menyimpan sejuta pesona, mengingat, istana ini
berdampingan dengan objek wisata alam Kebun Raya Bogor.
Di samping itu, Istana Bogor juga merupakan cagar budaya
nasional yang perlu dilestarikan keberadaannya, mengingat, bangunan tersebut
merupakan warisan 3 Negara kolonial sekaligus (Belanda, Prancis dan Inggris).
Artinya, istana yang lokasinya berada tepat di atas lahan pusat pemerintahan
Kerajaan Pajajaran dahulu (menurut sebagian peneliti sejarah Pasundan)
nerupakan “magic box” sejarah Indonesia kontemporer.
Dalam kaitan ini, masyarakat perlu mengetahui secara
umum tentang asal-usul Istana Bogor, dari ide dasar pembangunannya hingga
fungsinya di masa pasca-kemerdekaan Indonesia.
1. Konsep Awal
Pembangunan
Pada masa kolonial Belanda, Kota Jakarta yang namanya
Batavia merupakan pusat pemerintahan. Bagi kebanyakan orang Belanda kota ini
dirasakan terlalu panas, meskipun penduduknya belum sepadat sekarang.
Pemerintah kolonial melihat keresahan ini, lalu berusaha
mencari tempat peristirahatan di luar Batavia yang memiliki hawa relatif
sejuk. Gubernur JenderalGustaaf Willem Baron Van Imhoff pada
tanggal 10 Agustus 1744 mengadakan perjalanan dinas ke daerah Cianjur, Jawa
Barat, menemukan tempat yang menurutnya strategis sebagai tempat peristirahatan
yang terletak di Bogor.
Setahun kemudian (1745), Sang Gubernur Jenderal
mengeluarkan perintah untuk membangun gedung yang menjadi cikal-bakal Istana
Bogor. Akan tetapi bangunan tersebut pada saat itu hanya merupakan sebuah
pesanggerahan yang corak arsitekturnya ditiru dari Blanheim Palace,
tempat kediaman Duke of Marlborough (nenek-moyang
mendiang Lady Diana / Princess of Wales), yang terletak dekat
Oxford, Inggris. Pesanggerahan tersebut kemudian diberi nama “Buitenzorg” (bebas
masalah / kesulitan). Pada perkembangan selanjutnya, nama itu bukan hanya untuk
bangunan tersebut, tetapi juga dipakai sebagai nama kawasan penduduk di
sekitarnya.
2. Perkembangan
Fisik Bangunan
Berhubung Buitenzorg dipakai sebagai tempat beraktivitas
para tokoh kolonial, iapun pernah mengalami kerusakan serius akibat gempuran
pasukan Banten yang dipimpin oleh Kiai Tapa dan Ratu
Bagus Buang. Peristiwa itu terjadi pada masa pemerintahan Gubernur
Jenderal Jacob Mossel.
Setelah gempuran Banten dapat diatasi, Sang Gubernur
Jenderal pun memugar Buitenzorg dengan mempertahankan arsitekturnya semula,
atas dasar saran dari Dewan Hindia Belanda, mengingat, bangunan tersebut
merupakan replika dari Istana Blenheim.
Istana Buitenzorg terus mengalami perbaikan
pasca-kekuasaan Gubernur Jenderal Jacob Mossel, sesuai dengan kebutuhan saat
itu. Satu-satunya Gubernur Jenderal asal Prancis, Herman Willem
Daendels (Tuan Besar Guntur) yang merupakan Wakil
Kaisar Napoleon Bonaparte di Hindia Belanda (1808 – 1811), turut andil
mendandani gedung ini dengan menambah bangunan di sayap kiri dan sayap kanan
gedung utama ditingkatkan menjadi dua lantai. Daendels pula yang mendatangkan 3
pasang rusa dari perbatasan India – Nepal, sebagai penghias halaman gedung.
Rusa tutul Tersebut (axis-axis species) hingga artikel ini dibuat, saat
ini berjumlah 800 ekor.
Ketika Inggris berkuasa di Hindia Belanda (1811 –
1816), Leutenant Governoor General Thomas Stanford Raffles melakukan
renovasi besar-besaran Istana Buitenzorg dengan membuat bagian tengah bangunan
menjadi dua lantai dan menata ulang taman-tamannya menjadi model Inggris (English
Style).
Gubernur Jenderal Godert Alexander GP Van Der Capellen (1817-1826) mengadakan
menara lentera (Lantern-Zentrum) pada bangunan sentral. Pada masa itu
pula (1817), perkebunan yang berada di sekitar istana diubah fungsi menjadi
kebun percobaan untuk penelitian tumbuh-tumbuhan tropis dari dalam dan luar
negeri, diresmikan sebagai “Kebun Raya” pada tanggal 18 Mei 1817. Pendirinya
adalah Prof. CGC Reinwardt yang saat itu menjabat
sebagai Direktur Pertanian , Kerajinan dan Ilmu Pengetahuan di Hindia Belanda.
Istana Buitenzorg tamat riwayatnya ketika terjadi gempa
bumi vulkanik akibat letusan gunung Krakatau di Selat Sunda pada tanggal 10
Oktober 1834. Bangunannya mengalami rusak berat dan terpaksa Pemerintah
memutuskan untuk merobohkannya. Gubernur Jenderal A Jacob Duymayer Van Twist (1850)
berinisiatif membangun kembali Buitenzorg Palazt dengan
arsitektur Palladin dan gaya bangunan abad XIX. Istana
tersebut baru terwujud secara fisik pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Pahud De Montanger (1856 – 1861).
Sejak tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai
kediaman resmi para gubernur jenderal Hindia Belanda.
3. Masa
Prakemerdekaan hingga Awal Kemerdekaan
Pada tanggal 1 Maret 1942, Balatentara Dai Nippon Teikoku
mendarat di Batavia. Gubernur Jenderal terakhir Hindia Belanda, Tjarda
Van Starkenbourg Stachouwer, menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal
Immamura. Istana Bogor (Buitenzorg) pada masa kolonial Jepang tidak
mengalami perkembangan yang berarti.
Ketika perang dunia ke II berakhir dan Jepang berada di
pihak yang kalah, secara de jureSekutu berhak mengambil alih
pemerintahan di daerah pendudukan Jepang. Kurang lebih 200 orang anggota BKR
sempat menduduki Istana Bogor, namun tak berlangsung lama karena adanya serbuan
dari pasukan Gurkha. Para relawan BKR itu pun terpaksa hengkang dari Istana
Bogor. Pemerintah Republik Indonesia secara de jure baru
benar-benar dapat menguasai Istana Bogor yang memiliki luas 28,8 ha tersebut
pada tanggal 31 Desember 1949, sesudah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda pada Konferensi Meja Bundar (27 Desember 1949) di Den Haag, Negeri
Belanda.
4. Istana Bogor
Sebagai Objek Historis
Pada masa kemerdekaan hingga saat ini, Istana Bogor
memiliki peran yang penting dalam perjalanan historis Negara Kesatuan Republik
Indonesia, di antaranya :
Pada tanggal 28 – 29 Desember 1954 menjadi tempat
penyelenggaraan Konferensi Panca Negara, sebagai persiapan menuju Konferensi
Asia – Afrika di Bandung (April 1955)
» Menjadi Tempat Penataran P4 Tingkat Manggala
(1978 – 1998)
» Menjadi Tempat
penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting (JIM) pada tahun
1986 untuk membahas pertikaian antarfaksi di Kamboja
» Menjadi tempat
penyelenggaraan APEC Summit / AELM pada tanggal 15 November
1994
» Menjadi tempat
berdirinya Yayasan Kebun Raya Indonesia yang digagas
oleh Wapres Megawati Soekarno putri dan didukung oleh para duta besar
Negara-negara sahabat (dalam rangka Hari Puspa dan Cinta Satwa Nasional)
pada tanggal 19 November 2000
oleh Wapres Megawati Soekarno putri dan didukung oleh para duta besar
Negara-negara sahabat (dalam rangka Hari Puspa dan Cinta Satwa Nasional)
pada tanggal 19 November 2000
» Menjadi tempat penyelenggaraan
acara Ladies Programme dalam kerangka acara
G – 15 Summit pada
tanggal 30 Mei 2001
Secara global, Istana Bogor terbagi menjadi 3 bagian,
yang tiap bagiannya memiliki kegunaan yang berbeda, di antaranya :
1. Gedung Induk Sayap Kiri
Mempunyai luas bangunan 325 m2 yang bisa dipergunakan
sebagai tempat penginapan para tamu resmi Negara yang berpangkat Menteri
2. Gedung Induk / Ruang Garuda / Gedung Utama
Biasa dipakai sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara
Kenegaraan, seperti Pertemuan Kenegaraan, Jamuan Makan Besar,
Pertunjukan-pertunjukan Kesenian untuk menyambut Tamu Negara atau Peristiwa
Penting dan Kegiatan-kegiatan Peting yang Bersifat nasional
3. Gedung Induk Sayap Kanan
Biasa dipergunakan untuk menginap para Tamu Negara yang
memangku jabatan Kepala Negara atau kepala Pemerintahan
Karya : Drs. DEDIK EKADIANA
Guru PPKn SMPN
88, Slipi – Palmerah, Jakarta Barat