Jumat, 26 Mei 2017

PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER KAUM MUDA DI INDONESIA


            Perkembangan dunia pertelevisian yang didukung oleh kecanggihan teknologi komunikasi di Indonesia selama 30 tahun terakhir tidak bisa terhindarkan. Konsekuensi logis terkait adanya perkembangan yang pesat itu ditandai dengan kemunculan stasiun-stasiun televisi baru yang dikelola pihak swasta. Padahal hingga tahun 1989 Indonesia hanya punya satu stasiun televisi yang dikelola Negara.
            Keabsolutan Negara dalam pengelolaan stasiun televisi Indonesia (TVRI), terutama pada masa rejim orde baru (1966-1998) benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah yang berkuasa saat itu untuk menjadikan televisi sebagai corong pemerintah dalam sosialisasi program pembangunan di segala bidang. Hal ini memberi kontribusi positif  apresiasi masyarakat terhadap pemerintahnya.
             Institusi Negara (Departemen Penerangan) selaku pengelola tunggal siaran televisi saat itu sangat kentara perannya terhadap materi tayang program TVRI  yang meliputi 40 % hiburan - 60 % penerangan pembangunan. Pengelolaan sedemikian selama kurun waktu lebih dari dua dekade mendorong masyarakat pemirsa menjadi penikmat program pembangunan di segala bidang yang diperankan pemerintah. 
            Sayangnya, tayangan-tayangan keberhasilan pembangunan yang dilakukan TVRI selalu menyelipkan suasana gemerlap kota-kota besar sebagai rolemodel pembangunan yang sukses, tanpa memperhitungkan dampak audio visual jangka panjang terhadap para pemirsanya, Hal yang terkondisikan seperti ini juga mengakibatkan eskalasi kecemburuan sosial yang luar biasa di tengah masyarakat.
             Kaum remaja dan dewasa muda yang merupakan lapisan terbesar dari piramida penduduk Indonesia adalah pihak yang paling terkena dampak audio visual
jangka panjang tersebut. Betapa tidak? Pada dekade 1970-an hingga 1980-an di Indonesia terjadi booming tenaga kerja yang sangat luar biasa; mereka adalah kelompok sosial yang terlanjur termakan program “dakwah” pembangunan olahan pemerintah dan TVRI.
            Mereka terobsesi dalam pola pikir bahwa bekerja yang sesungguhnya dan cepat mendapat kesuksesan karir dalam waktu pendek adalah menjadi Pegawai Negeri Sipil, atau pergi mengadu nasib di kota-kota besar, terutama di ibukota Negara; karakter ketenagakerjaan kaum muda yang terkontaminasi tayangan program pembangunan di televisi.
            Pada tahun 1983 Indonesia mulai memasuki era globalisasi yang ditandai dengan kemunculan model komunikasi bernama direct broadcasting service (DBS). Di Negara-negara maju, model ini telah teraktualisasi 5-6 tahun sebelumnya. Terjadilah pro dan kontra di tengah masyarakat. Pemerintah mengingatkan, Indonesia, cepat atau lambat, tak akan bisa menolak kehadiran DBS; sesuai tuntutan zaman.
            Agenda DBS masuk dalam pembahasan utama pada Konferensi Menteri-menteri Penerangan Negara-negara Nonblok (Conference of Ministers of Information of Nonaligned Countries; COMINAC) di Jakarta yang berlangsung dari tanggal 9-11 Februari 1984. Para peserta konferensi bersepakat bahwa DBS membawa dampak positif bagi percepatan pembangunan informasi di Negara-negara Nonblok.
            Tuntutan zaman tak bisa ditolak, yang diingatkan pemerintah pun terjadilah. Tahun 1989 Indonesia mulai memiliki stasiun televisi swasta, dikelola Bimantara Grup; meski pun masih dalam format televisi kabel. Setahun berikutnya, stasiun televisi swasta itu memperoleh izin pemerintah untuk bersiaran secara terbuka. Hingga tulisan ini dibuat, Indonesia telah memiliki lebih dari 10 stasiun televisi swasta.
            Orientasi pelaksanaan siaran televisi antara Negara dan swasta sudah pasti sangat kontroversial. Negara-ideal and development oriented, swasta-profit oriented. Orientasi Negara melalui TVRI telah diuraikan; mengakibatkan lahirnya generasi minus wawasan dalam urusan orientasi kerja ideal. Pertelevisian secara swakelola berdampak lebih besar terhadap pembentukan karakter kaum muda.
            Pengelolaan stasiun televisi membutuhkan pembiayaan yang tidak murah. Suatu stasiun televisi dianggap sukses apabila memiliki jumlah permirsa setia yang terus meningkat dari waktu ke waktu, juga berhasil menggandeng pihak sponsor dari

perusahaan-perusahaan besar secara berkesinambungan agar pembiayaan pengelolaan senantiasa tersedia.
            Untuk itu, pihak pengelola harus berpikir keras untuk memproduksi tayangan-tayangan yang menarik pihak-pihak terkait. Tayangan-tayangan tersebut lebih banyak yang bersifat komersial, termasuk live show olah raga dari mancanegara, tanpa mempertimbangkan dampak penurunan nilai-nilai moral permirsanya. Prinsipnya, tayangan digelar - laba pun terhampar.
            Kita semua telah mafhum bahwa jenis olah raga yang paling banyak penggemarnya di seantero jagat adalah sepak bola. Olah raga sepak bola di benua Eropa telah menjadi industri  hiburan yang menggiurkan, termasuk pasar taruhan yang melatarbelakanginya. Penayangan secara langsung pertandingan sepak bola di benua Eropa oleh semua stasiun televisi di Indonesia telah berlangsung lama.
             Akan tetapi pasar taruhan yang melatarbelakangi event tersebut, mungkin di luar tanggung jawab pihak stasiun televisi, malah lebih marak merangsak ke pemirsa televisi yang pada umumnya terdiri kaum muda dan remaja. Pertumbuhan jumlah petaruh pertandingan sepak bola di kalangan remaja Indonesia saat ini sangat boleh jadi lebih pesat daripada pemirsa pertandingannya sendiri (belum ada penelitian yang akurat).
Image : Google

            Jenis tayangan yang satu ini saja telah berkontribusi terhadap terjadinya eskalasi jumlah kaum hedonis dari kalangan muda dan remaja di Indonesia. Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Di pundak kita, para guru PKN dan Pendidik Agama, terpikul beban untuk mengatasi keprihatinan ini. Kendati demikian, melalui upaya yang sistematis, penulis optimis laju eskalasi ini dapat dikurangi.


Karya  :  Drs. Dedik Ekadiana
               Guru  PKn, SMPN 88  Slipi – Palmerah, Jakarta Barat
     
    
                                                                                                                                                                

   

     

PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...