Selasa, 30 Mei 2017

PUISI

G  U  R  U

Gayamu penuh kasih cinta segala
Gita dewata penjelma cita di hati bangsa
Goresan tanganmu membawa damai
Bahagia semata
              Tapi,  kau hanya golongan kecil di mata insan
              Usang rumah, harta jasmani tiada kau punya
              Umpat cela dan nista milikmu sehayat badan
              Umpama lidah tersesat di seuntai kata
              Untung malang menimpa diri
‘Rang nan dibilang pembakti pertiwi
Risau ‘nda jangan dihati sendu
Rajuk biarlah sirna disaput bhakti seikhlas puji
Ridlo kau juang buat Bunda tercinta
              Kalau nanti hati sendiri. Lah laju di tanah tandus
              Jadilah kau pahlawan, tiada makam pengenang jasa
Ulur tanganmu kasih wahai Guru
Usai hari ‘kan menyita hidup pada bhakti di awal senja
Usap belai semesra cumbu, kuncup-kuncup mungil tiada daya
              Mekarlah dia penuhi buaran
              Jadi zamrud penghias segala 

Karya  :  Drs. Dedik Ekadiana 
             Guru  PPKn  SMPN  88  Slipi,  Jakarta

Jumat, 26 Mei 2017

SEKILAS MASYARAKAT dan MISTIK


            Membahas tentang masyarakat tak bisa lepas dari berbagai aspek yang hidup dalam masyarakat itu sendiri. Salah satunya adalah aspek kebudayaan. Secara umum kebudayaan oleh ahli anthropologi bisa dibagi dalam 7 unsur kebudayaan yang disebut dengan kebudayaan universal, yaitu terdiri atas : bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, peralatan hidup dan teknologi, mata pencaharian hidup, religi, dan kesenian.
            Sedikit menarik membicarakan tentang unsur  religi, karena unsur  inilah yang mendominasi kehidupan masyarakat kita sampai sekarang ini. Bukan berarti unsur yang lain tidak menarik tetapi berhubung religi, khususnya ilmu ghaib di masyarakat kita masih begitu tertutup dan masih jarang kita kaji lebih mendalam.
Membahas tentang religi, tak bisa lepas kaitannya dengan ilmu ghaib yang biasanya masyarakat luar menyebutnya dengan mistik. Untuk masyarakat Jawa lebih umum dengan menyebutnya Ngilmu.
            Pada pokoknya, tulisan ini akan membahas tentang ilmu mistik itu sendiri yang hidup di kalangan masyarakat Jawa, utamanya tentang mantra dan aspek sosialnya terhadap masyarakat. Baik ditinjau tentang keberadaan mistik secara vertikal maupun horizontal. Metode yang kami gunakan adalah telaah dari beberapa buku dan wawancara langsung dengan orang-orang yang menganutnya dalam bentuk percakapan biasa. Dan kami analisa keberadaannya dalam masyarakat. Berhubung biasanya mereka agak tertutup dalam berbagai hal dari orang luar, maka hasilnya pun jauh dari memuaskan.
            Lebih afdolnya, maka akan kami ulas dulu tentang keberadaan mistik dari segi kesejarahan. Untuk masyarakat masa pra-sejarah, kita kenal adanya religi Animisme dan Dinamisme, mereka mempercayai kekuatan alam, seperti pada gunung, angin,  batu besar dan lain-lain yang kesemuanya dianggap mempunyai kekuatan lebih tinggi dari kekuatan manusia.
            Masa pengaruh agama Hindu dan Budha mengalami perkembangan dengan adanya kepercayaan akan dewa-dewa. Pada masa ini seorang pemimpin harus mempunyai keistimewaan dari masyarakat biasa yang berupa kekuatan super natural, sehingga mempunyai suatu kewibawaan kharismatik. Demikian pula halnya dengan kepercayaan terhadap benda keramat yang disakralkan yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap kosmos dan mengendalikan keseimbangan sekaligus untuk menolak bahaya. Benda semacam ini dalam kerajaan-kerajaan lokal ditempatkan pada suatu ruang yang khusus, dan dianggap sebagai salah satu legitimasi sang penguasanya. Apabila benda ini hilang, maka ada anggapan bahwa kerajaan akan mengalami suatu musibah. Seandainya terjadi suatu intrik dengan kerajaan lain, maka benda pusaka ini ikut diboyong kerajaan yang menang sebagai suatu barang rampasan perang dan untuk menghilangkan legitimasi raja yang kalah.
            Setelah masa pengaruh Islamisasi, kepercayaan akan mistik mengalami perkembangan juga. Proses Islamisasi di tanah Jawa tak lepas peranannya dari Wali Songo, yang mana untuk menyebarkan agama memakai juga unsur mistik yang disebut dengan sufisme. Pendirian Kerajaan Demak ada kaitannya dengan unsur mitos yang menyatakan bahwa kelak di daerah Bintara akan berdiri suatu pusat kerajaan yang besar di Jawa. Sehingga akhirnya Raden Patah dalam mendirikan kerajaannya memilih tempat di daerah Bintara.
            Pada masa kolonialisme Belanda, pergolakan di berbagai daerah untuk mendapatkan dukungan rakyat banyak menggunakan juga mistik. Salah satu contohnya adalah pemberontakan pahlawan Pangeran Diponegoro. Dalam suatu kisah tentang fragmen Autobiografinya, diceritakan tentang pertemuannya dengan Ratu Adil, yang bersemayam di Puncak Gunung Rasamuni. Di sanalah Pangeran Diponegoro mendapatkan mandat Ratu Adil, untuk memerangi kekafiran dengan memakai gelar Sultan Abdihamid Erucokro Kabitul Muk’min Sayidin Panatagama Jawa Kalifatul Rasullullah. Di lain pihak pengaruh Jayabaya akan datangnya Ratu Adil yang akan memerintah dengan adil dan makmur demikian kuatnya.
Pangeran Diponegoro yang memakai gelar ratu adil ini dianggap penjelmaan dari Ratu Adil dan mendapat dukungan dari hampir semua lapisan masyarakat.
            Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mistik demikian kuatnya hingga sterasa sampai dewasa ini. Kita lihat adanya upacara seremonial dari tingkat kelahiran, kematian hingga sesudah mati demikian banyaknya peringatan. Dari tingkat kelahiran, kita kenal adanya selamatan 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan ngirim. Demikian juga halnya dengan satu mimpi yang dianggap buruk, musibah, juga dikaitkan dengan selamatan tertentu untuk menebusnya.
            Keterkaitan mistik ini dalam masyarakat ada juga yang tidak mempercayainya dan menganggap hanya sebagai warisan kebudayaan nenek moyang. Kendati demikian rata-rata sebagian besar masyarakat Jawa dewasa ini masih mempercayai demikian kuatnya.

Ilmu Ghaib atau Mistik.
            Ilmu ghaib atau mistik adalah suatu mantra tertentu yang dianggap bisa mendatangkan kekuatan supranatural untuk dipergunakan oleh seseorang yang menjalaninya ( ngecak-ake, Jawa ). Di samping itu ada juga kepercayaan suatu benda tertentu, suatu misal : akik, keris, kalung, yang bisa mempunyai kekuatan. Kendati demikian, mereka percaya kepada kekuatan dan kekuasaan yang tertinggi terletak pada Tuhan semesta alam.
            Dalam alam kepercayaan, mereka membagi adanya suatu mantra, yaitu mantra ilmu hitam dan mantra ilmu putih. Ilmu putih adalah ilmu yang dianggap mempunyai kekuatan yang berasal dari Tuhan, dan dipergunakan untuk kebajikan, sedangkan ilmu hitam adalah ilmu yang mempunyai kekuatan yang berasal dari  syetan, dan dipergunakan untuk hal-hal buruk.
Ditinjau dari segi bahasa mantra, sejauh yang penulis temui di dalam masyarakat, terbagi atas  :
1.      Mantra ilmu mistik kejawen.
Berisikan mantra dalam bahasa Jawa kuno atau pun bahasa Jawa yang dewasa ini kita pakai. Dalam isi mantra ini akan kita jumpai penyebutan dewa tertentu atau pada kekuatan alam tertentu untuk membangkitkan kekuatan supranatural. Dalam aliran kejawen akan ditemui penebusan tertentu berupa ‘poso Nglowong Ngrokot’, Pati geni, mutih, ngidang, dan sebagainya.
Image : Google
2.    Mantra ilmu ghaib pengaruh Agama Islam.
      Berisi mantra dalam bahasa Arab, yang bisa juga penggalan dari ayat suci Al-Qur’an, penebusan yang kita jumpai adalah puasa, wiridan dalam jumlah tertentu, dan mengirim doa pada tokoh yang dianggap mewariskan ilmu itu.
Ditinjau dari segi lapisan masyarakat, maka pada dasarnya semua lapisan sosial yang ada mempercayai akan adanya mistik dengan kadar dan motifasi tertentu.  Motifasi, adat istiadat, dan kebudayaan adalah faktor yang dominan untuk menerima akan adanya mistik. Masyarakat menerima karena secara tidak sadar mewarisi secara turun menurun. Faktor lingkungan juga mempengaruhi seseorang untuk menerima ilmu mistik. Mereka menerimanya karena memang tinggal dalam lingkungan yang kuat pengaruh mistiknya, menyesuaikan dengan lingkungannya. Faktor ekonomi, mereka mempercayainya bahwa kekuatan supranatural  tertentu dapat menaikkan taraf hidupnya.
            Masyarakat kelas menengah ke bawah yang paling menarik adalah faktor ekonomi, kendati demikian faktor adat juga sangat dominan. Tak jarang kita mendengar kabar angin yang menyatakan bahwa untuk meminta kaya mereka mendatangi dukun tertentu untuk meminta bantuan. Memang diakui menurut para penganut mistik, bahwa hal ini memang ada, tetapi dianggap menyimpang dari ilmu putih. Biasanya juga pergi ke tempat tertentu untuk ziarah atau nyepi yang bila menyanggupi syarat yang diajukan, maka akan berhasil apa yang diinginkan.
            Pada lapisan masyarakat menengah ke atas, biasanya kita jumpai seseorang bermotifasi untuk menaikkan pangkat dalam jabatan tertentu atau untuk menjatuhkan seseorang yang duduk dalam jabatan yang diincarnya. Sehingga tidak heran bila kita jumpai mereka ikut nimbrung juga ke para dukun atau ziarah ke tempat tertentu. Kendati demikian banyak di antara masyarakat yang menggunakan kekuatan supranatural untuk melindungi diri sendiri, menambah kewibawaan, dan untuk menolong orang.
            Pada masyarakat intelektual, pengaruh mistik relatif berkurang, menganggap hanya sebagai pola pikir irrasional, warisan tradisi masa lampau. Hal ini dipengaruhi oleh sifat keilmiahan yang meninjau sesuatu berdasarkan keilmiahan dan rasional.  Kendati demikian, banyak juga yang mempercayai tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Faktor kejenuhan pada aktifitas sehari-hari terkadang mendorong untuk mencari suasana yang baru di antaranya ke pendekatan pada mistik.
            Ada satu hal yang sangat menggelitik hati kita, tak jarang kita temui adanya kekuatan supranatural untuk memecahkan suatu masalah bila secara ilmiah dan rasional sulit dipecahkan, suatu misal untuk mengejar ambisi, cinta yang gagal mereka berkonsultasi dengan para tokoh paranormal.
            Dari ulasan sedikit di atas, maka akan kita lihat betapa kompleks pengaruh ilmu mistik dalam masyarakat Jawa. Sebagai warisan budaya kita ikut bangga Tapi sayangnya, kita terbentur pada ketertutupan mereka dan sifatnya yang sulit dinalar keberadaannya sehingga sulit untuk diungkapkan.

Karya  :  Drs. DEDIK  EKADIANA
                    Guru  PKn,  SMP Negeri 88  Slipi,  Palmerah,  Jakarta Barat
       
       


                                                                                               

PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER KAUM MUDA DI INDONESIA


            Perkembangan dunia pertelevisian yang didukung oleh kecanggihan teknologi komunikasi di Indonesia selama 30 tahun terakhir tidak bisa terhindarkan. Konsekuensi logis terkait adanya perkembangan yang pesat itu ditandai dengan kemunculan stasiun-stasiun televisi baru yang dikelola pihak swasta. Padahal hingga tahun 1989 Indonesia hanya punya satu stasiun televisi yang dikelola Negara.
            Keabsolutan Negara dalam pengelolaan stasiun televisi Indonesia (TVRI), terutama pada masa rejim orde baru (1966-1998) benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah yang berkuasa saat itu untuk menjadikan televisi sebagai corong pemerintah dalam sosialisasi program pembangunan di segala bidang. Hal ini memberi kontribusi positif  apresiasi masyarakat terhadap pemerintahnya.
             Institusi Negara (Departemen Penerangan) selaku pengelola tunggal siaran televisi saat itu sangat kentara perannya terhadap materi tayang program TVRI  yang meliputi 40 % hiburan - 60 % penerangan pembangunan. Pengelolaan sedemikian selama kurun waktu lebih dari dua dekade mendorong masyarakat pemirsa menjadi penikmat program pembangunan di segala bidang yang diperankan pemerintah. 
            Sayangnya, tayangan-tayangan keberhasilan pembangunan yang dilakukan TVRI selalu menyelipkan suasana gemerlap kota-kota besar sebagai rolemodel pembangunan yang sukses, tanpa memperhitungkan dampak audio visual jangka panjang terhadap para pemirsanya, Hal yang terkondisikan seperti ini juga mengakibatkan eskalasi kecemburuan sosial yang luar biasa di tengah masyarakat.
             Kaum remaja dan dewasa muda yang merupakan lapisan terbesar dari piramida penduduk Indonesia adalah pihak yang paling terkena dampak audio visual
jangka panjang tersebut. Betapa tidak? Pada dekade 1970-an hingga 1980-an di Indonesia terjadi booming tenaga kerja yang sangat luar biasa; mereka adalah kelompok sosial yang terlanjur termakan program “dakwah” pembangunan olahan pemerintah dan TVRI.
            Mereka terobsesi dalam pola pikir bahwa bekerja yang sesungguhnya dan cepat mendapat kesuksesan karir dalam waktu pendek adalah menjadi Pegawai Negeri Sipil, atau pergi mengadu nasib di kota-kota besar, terutama di ibukota Negara; karakter ketenagakerjaan kaum muda yang terkontaminasi tayangan program pembangunan di televisi.
            Pada tahun 1983 Indonesia mulai memasuki era globalisasi yang ditandai dengan kemunculan model komunikasi bernama direct broadcasting service (DBS). Di Negara-negara maju, model ini telah teraktualisasi 5-6 tahun sebelumnya. Terjadilah pro dan kontra di tengah masyarakat. Pemerintah mengingatkan, Indonesia, cepat atau lambat, tak akan bisa menolak kehadiran DBS; sesuai tuntutan zaman.
            Agenda DBS masuk dalam pembahasan utama pada Konferensi Menteri-menteri Penerangan Negara-negara Nonblok (Conference of Ministers of Information of Nonaligned Countries; COMINAC) di Jakarta yang berlangsung dari tanggal 9-11 Februari 1984. Para peserta konferensi bersepakat bahwa DBS membawa dampak positif bagi percepatan pembangunan informasi di Negara-negara Nonblok.
            Tuntutan zaman tak bisa ditolak, yang diingatkan pemerintah pun terjadilah. Tahun 1989 Indonesia mulai memiliki stasiun televisi swasta, dikelola Bimantara Grup; meski pun masih dalam format televisi kabel. Setahun berikutnya, stasiun televisi swasta itu memperoleh izin pemerintah untuk bersiaran secara terbuka. Hingga tulisan ini dibuat, Indonesia telah memiliki lebih dari 10 stasiun televisi swasta.
            Orientasi pelaksanaan siaran televisi antara Negara dan swasta sudah pasti sangat kontroversial. Negara-ideal and development oriented, swasta-profit oriented. Orientasi Negara melalui TVRI telah diuraikan; mengakibatkan lahirnya generasi minus wawasan dalam urusan orientasi kerja ideal. Pertelevisian secara swakelola berdampak lebih besar terhadap pembentukan karakter kaum muda.
            Pengelolaan stasiun televisi membutuhkan pembiayaan yang tidak murah. Suatu stasiun televisi dianggap sukses apabila memiliki jumlah permirsa setia yang terus meningkat dari waktu ke waktu, juga berhasil menggandeng pihak sponsor dari

perusahaan-perusahaan besar secara berkesinambungan agar pembiayaan pengelolaan senantiasa tersedia.
            Untuk itu, pihak pengelola harus berpikir keras untuk memproduksi tayangan-tayangan yang menarik pihak-pihak terkait. Tayangan-tayangan tersebut lebih banyak yang bersifat komersial, termasuk live show olah raga dari mancanegara, tanpa mempertimbangkan dampak penurunan nilai-nilai moral permirsanya. Prinsipnya, tayangan digelar - laba pun terhampar.
            Kita semua telah mafhum bahwa jenis olah raga yang paling banyak penggemarnya di seantero jagat adalah sepak bola. Olah raga sepak bola di benua Eropa telah menjadi industri  hiburan yang menggiurkan, termasuk pasar taruhan yang melatarbelakanginya. Penayangan secara langsung pertandingan sepak bola di benua Eropa oleh semua stasiun televisi di Indonesia telah berlangsung lama.
             Akan tetapi pasar taruhan yang melatarbelakangi event tersebut, mungkin di luar tanggung jawab pihak stasiun televisi, malah lebih marak merangsak ke pemirsa televisi yang pada umumnya terdiri kaum muda dan remaja. Pertumbuhan jumlah petaruh pertandingan sepak bola di kalangan remaja Indonesia saat ini sangat boleh jadi lebih pesat daripada pemirsa pertandingannya sendiri (belum ada penelitian yang akurat).
Image : Google

            Jenis tayangan yang satu ini saja telah berkontribusi terhadap terjadinya eskalasi jumlah kaum hedonis dari kalangan muda dan remaja di Indonesia. Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Di pundak kita, para guru PKN dan Pendidik Agama, terpikul beban untuk mengatasi keprihatinan ini. Kendati demikian, melalui upaya yang sistematis, penulis optimis laju eskalasi ini dapat dikurangi.


Karya  :  Drs. Dedik Ekadiana
               Guru  PKn, SMPN 88  Slipi – Palmerah, Jakarta Barat
     
    
                                                                                                                                                                

   

     

PUISI 88

BRAVO  88

Ketika masa terus berganti
bersama musim yang bersaksi
Tiga dasa warsa sebelum hari ini
adalah kenangan yang bersemi

     Goresan tinta emas sejarah
     saksi bisu gemilangmu berkiprah
     Namun, tiada hujan yang tak basah
     Gelisah kami, rindu dendam menerus langkah



Di sini, sepi tak pernah mendera
senantiasa ada celah, buat berjaya
Waktu terkadang kemarau bawa dahaga
tiada arti, bagi si belia penerus gelora

     Beribu satu nama datang silih berganti
     menggali cita-cita di persadamu ini
     Rangkaian bunga yang harum mewangi
     di ladangmu tersemai dan bersemi

Sungguh, bukan sekedar pujian
atau oleh-oleh pemanis lisan
Alangkah engkau tumpuan harapan
pelepas dahaga di ajang pengetahuan

     Demi Sang Maha memiliki pengetahuan
     bahteramu melaju tanpa keraguan
     Kami pun bernaung dalam kenyamanan
     menuju pelabuhan berkelanjutan

Sebelum matahari terbit dari barat
janganlah pernah tertambat
pada haru biru di dunia kegelapan

     Maka, dirgayulah
     dengan segala kerendahan hati

Karya : Dedik Ekadiana

         
    




PUISI : NUANSA RAMADHAN 2020

NUANSA   RAMADHAN   2020 Karya : Dedik Ekadiana Langit berpayungkan lazuardi Awan bercengkrama dan menderu Alam bertakhta tuk ...